-->

Latest News

Minggu, 22 Mei 2016

GET TO KNOW US: KAK MIKA




Tawa dengan suara falset dan lengking tajamnya sudah tak asing lagi di telinga anak-anak Teater KataK. Tawa tersebut kerap jadi penyemangat, walau kadang juga mengaburkan konsentrasi pemain saat berlatih. Namun, suaranya itu selalu jadi patokan perihal berhasil atau tidaknya sebuah adegan.

Orang itu adalah Michael Devarapriya Bismantara, atau yang akrab disapa Mika, si pemilik ketawa kuda. Mika sudah mulai membagikan ilmunya kepada KataK sejak pentas Perkawinan pada 2013 lalu. Selaku asisten sutradara, ia banyak membantu para pemain dalam berlakon diatas panggung, mengatur flow keluar masuknya properti, lighting, dan sebagainya.

Pria kelahiran 27 Mei 1985 ini sudah memilih teater sebagai jalan hidupnya sejak ia berkuliah di Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Di sana ia belajar banyak hal, dari keaktoran, skenografi, penyutradaraan, stage manager hingga penataan artistik panggung. Namun, salah salah satu hal yang paling banyak menyedot perhatiannya adalah soal penataan cahaya. Hal ini juga didukung hobi Mika sendiri yang gemar mengutak-atik masalah teknis.

“Di kampus dulu kan punya fasilitas tuh, ya sudah saya kulik saja semua lampu yang ada. Saya pelajari semua soal bohlam, lampu berapa watt, sampai kesetrum-setrum juga sempat saya alami,” ujar Mika.

Berkat kerja kerasnya itu, Mika sering dipanggil mejadi penata cahaya di berbagai pementasan teater. Namun tak hanya itu, ia juga lihai berperan sebagai seorang sound director.

Berbagai keahliannya dalam detail teknis akhirnya membuat Mika kerap mendapat kepercayaan untuk menjadi stage manager. Salah satu pencapaian terbesarnya dalam karir adalah menjadi stage manager dalam pementasan Teater Abang None.

Sebagai aktor, Mika juga tidak kalah mumpuni. Bahkan ia sempat mendapat kesempatan bermain sinetron sebagai figuran serta beradu akting bersama Dewi Rezer dan Gary Iskak di film Panggung Asmara produksi MD Entertainment.

Perkenalannya dengan KataK dimulai ketika Mika berperan sebagai Yesus dalam sebuah pentas di Gereja Katedral, Jakarta, beberapa tahun lalu. Dari sana, akhirnya Mika berkenalan dengan Venantius Vladimir Ivan, sutradara pementasan sekaligus pelatih KataK.

Sejak itulah ia mulai membantu KataK di berbagai produksi pementasan. Lokasi latihan KataK yang dekat dengan Sekolah Terpadu Pahoa tempatnya mengajar memungkinkan hal itu terjadi. KataK memang berlatih dan mempersiapkan produksi di Universitas Multimedia Nusantara, Gading Serpong, yang hanya berjarak beberapa kilometer dengan Pahoa.

Di Pahoa pun Mika berperan sebagai guru teater sesaat setelah ia lulus dari IKJ. “Memang kebetulan di kampus dulu enggak diajarkan soal teknik mengajar, karena kan memang kampus saya lebih mengarah ke seni murni. Namun, dari zaman kuliah saya sudah sering mengarahkan adik-adik kelas soal proses-proses teater. Saya pernah ikut jadi astrada, sutradara, bahkan stage manager. Karena itulah akhirnya saya bisa mengajar,” tutur Mika.

Dengan kelahiran putrinya beberapa bulan lalu, Mika harus bisa membagi waktu untuk pekerjaan mengajar, KataK dan juga keluarganya. Tak bisa dimungkiri, kini teater berubah jadi mata pencaharian utama, bukan sekadar medium penyalur hobi. Namun hal itu tak mengurungkan semangat Mika untuk menunjukkan totalitasnya dalam setiap tanggung jawab yang diemban.

“Pencapaian terbesar ada di setiap hal yang saya lakukan. Karena saya punya komitmen untuk selalu menunjukkan totalitas dalam setiap tanggung jawab yang saya ambil, termasuk saat saya bergabung dengan KataK,” tegas Mika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar